Al- Qur’an Mengajarkan Toleransi, Kesetaraan Dan Keadilan Sosial
Oleh : S. Hery Susatyo
Arah Baru – Ada dua golongan pengetahuan, informasi, atau ilmu bagi manusia, |1| Ilmu yang bersumberkan kepada Allah, yakni: ayat- ayat Kitab Allah (Al- Qur’an), Sunnah Rasul Allah (As- Sunnah), dan ayat- ayat Kauniyah (sains dan teknologi/ pengetahuan hasil riset), dan |2| ilmu buatan manusia, yakni: kebohongan dan dugaan- dugaan, filsafat dan ideologi, takhayul dan klenik.
Dua Golongan Manusia
Oleh karena itu, secara garis besar, di negara manapun, sesungguhnya golongan manusia terbagi menjadi dua golongan, yakni |1| manusia yang percaya, mengikuti, dan mengamalkan Ilmu yang bersumberkan kepada Allah. Menurut ketetapan Allah di dalam Al- Qur’an, orang- orang dalam golongan ini merupakan orang- orang yang memeroleh nikmat/ orang- orang yang berada di jalan lurus [Al- Qur’an: Al- Fatihah: 6 dan 7]. Di suatu negara, golongan inilah yang seharusnya disebut sebagai golongan Nasionalis Religius, dan |2| manusia yang percaya, mengikuti, dan mengamalkan ilmu buatan manusia. Menurut ketetapan Allah di dalam Al- Qur’an, orang- orang dalam golongan ini merupakan orang- orang yang berdosa/ orang- orang yang berada di jalan sesat [Al- Qur’an: Al- Fatihah: 6 dan 7]. Di suatu negara, golongan inilah yang sepatutnya disebut sebagai golongan Nasionalis Ideologius.
Toleransi, Kesetaraan, dan Keadilan Sosial
Di Negara Republik Indonesia yang berdasarkan kepada perjanjian antara golongan Nasionalis Religius dan golongan Nasionalis Ideologius, maka setiap warga negara boleh beridentitas sebagai golongan Nasionalis Religius dan beridentitas sebagai golongan Nasionalis Ideologius. Karena identitas seseorang di hadapan negara, publik, dan tetangga adalah sebagai penanda seseorang sedang dalam keadaan mengamalkan Ilmu yang dipercayainya dan diikutinya. Perjanjian yang dimaksukan di sini adalah Perjanjian Pancasila. Diketahui, bahwa Perjanjian Pancasila adalah buah dari kesepakatan/ kesetujuan antara Wahid Hasjim, Abdul Kahar Muzakir, Agoes Salim, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan Achmad Soebardjo yang mewakili golongan Nasionalis Religius dengan Soekarno, Mohammad Hatta, Maramis, dan Muhammad Yamin yang mewakili golongan Nasionalis Ideologius. Perjanjian Pancasila ini tersebut di dalam Piagam Jakarta (22 Juni 1945) dan kemudian tersebut di dalam Pembukaan UUD 1945 (18 Agustus 1945) dengan tanpa perubahan.
Dengan demikian, di dalam negara Indonesia yang berdasarkan kepada Perjanjian Pancasila ini, orang- orang yang mengaku mukmin dan yang sungguh- sungguh memercayai, mengikuti, dan mengamalkan ilmu yang bersumberkan kepada Allah, sewajibnya memercayai, mengikuti dan mengamalkan Al- Qur’an: Al- Maidah: 51 s.d. 57 dan ayat- ayat lainnya di saat menentukan kriteria |1| partai politik yang bertujuan dan mengarahkan agar penduduk Indonesia tetap mengikuti Ilmu yang bersumberkan kepada Allah dan |2| partai politik yang bertujuan dan mengarahkan agar penduduk Indonesia mengikuti Ilmu buatan manusia.
Mengingat, di dalam Al- Qur’an: Al- Maidah: 51 s.d. 57 dan ayat- ayat lainnya itu terdapat petunjuk tentang wajibnya mukmin menyelenggarakan toleransi, kesetaraan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat di negara tempat mukmin tinggal, sehingga |1| sebagai bagian dari beragama/ beramal mengikuti Ilmu yang bersumberikan kepada Allah, maka menyelenggarakan toleransi, kesetaraan, dan keadilan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia merupakan kewajiban bagi mukmin, dan |2| sebagai bagian dari memenuhi Perjanjian Pancasila, maka hormat terhadap orang- orang yang mengaku mukmin dan orang- orang yang mengaku non mukmin yang beridentitas mengikuti Ilmu buatan manusia merupakan kewajiban pula bagi mukmin. Timbal- baliknya, keadaan itu wajib dilakukan pula oleh setiap penduduk Indonesia yang mengaku mukmin dan yang mengaku non mukmin yang mengikuti ilmu buatan manusia terhadap orang yang mengaku mukmin yang mengikuti Ilmu yang bersumberkan kepada Allah.
Pastilah hanya dan hanya dengan mengikuti petunjuk Al Qur’an: Al Maidah: 51 s.d. 57 dan ayat- ayat lainnya, maka mukmin dapat tetap berkeadaan di Jalan yang Lurus pada saat berteman setia di area politik dan berpemilihan di area pemilihan umum [Al- Qur’an: Al- Fatihah: 6 dan 7]. (Art/Ab)