DPD RI Terima Laporan Dugaan Rangkap Jabatan Jimly Asshidiqie, Akan Diserahkan Ke BK DPD RI
Arah Baru – Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menerima laporan dari masyarakat terkait dengan adanya dugaan rangkap jabatan yang dilakukan oleh anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Jimly Asshidiqie.
Diketahui saat ini Jimly diamanahkan sebagai Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sebagai buntut dari laporan dugaan pelanggaran etik dari putusan MK dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat Capres dan Cawapres.
Dengan adanya laporan tersebut, melalui Rapat Pimpinan DPD RI yang dihadiri oleh Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti, Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono dan Sultan Bachtiar Najamudin pada Senin (30/10) DPD akan menyerahkan perkara ini ke Badan Kehormatan (BK) DPD RI untuk nantinya ditindaklanjuti.
“Memang ada laporan dari masyarakat karena Prof Jimly dianggap merangkap jabatan. Saat ini beliau masih sebagai anggota DPD RI, namun menerima tugas sebagai Ketua MKMK,” ucap Sultan dalam keterangannya, Senin (30/10).
Sultan juga menjelaskan jika laporan tersebut diberikan oleh Tommy Diansyah dengan mengirimkan langsung ke pimpinan DPD RI yang dimana isi laporan tersebut adalah aduan dugaan rangkap jabatan yang dilakukan oleh Jimly Asshidiqie yang diketahui karena adanya unsur rangkap jabatan dan duplikasi gaji dari sumber yang sama yaitu APBN dan hal tersebut sangat dilarang.
“Pimpinan DPD RI mendelegasikan hal ini ke BK agar di-follow up dan dipelajari,” tambahnya.
Sultan kemudian menjelaskan jika nantinya BK DPD RI akan menelisik sobjektif mungkin terkait perundangan yang akan menjadi dasar dalam pengusutan yang kemungkinan salah satunya adalah UU MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3).
Secara khusus kemungkinan yang akan menjadi landasan adalah pasal 302 yang berisi larangan kepada anggota DPD RI untuk rangkat jabatan sebagai pejabat negara lainnya dan hakim pada badan peradilan. atau dengan peraturan lainnya seperti Tatib dan hak keuangan yang bersumber dari APBN.
“Itu ranah dan tugas BK untuk menelaah pengaduan masyarakat, bukan ranah pimpinan,” jelasnya.
Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi membentuk MKMK yang difungsikan untuk menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran etik terkait dengan putusan MK pada perkara 90/PUU-XXI/2023.
Putusan tersebut berisikan tambahan terkait dengan syarat Capres-Cawapres dengan syarat tidak harus berusia 40 Tahun jika pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilu atau Pilkada.
Sehingga putusan tersebut yang akhirnya menjadikan sosok Keponakan Ketua MK Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka dapat mendaftarkan diri menjadi Cawapres bersama dengan Prabowo Subianto. (Brt/Ab)
Join channel telegram arahbaru.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now




