Rektor UICI: Indonesia Siap Jadi Pusat Ekonomi Hijau dan Perdagangan Karbon

Arah Baru – Rektor Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) Prof. Laode Masihu Kamaluddin mengatakan bahwa Indonesia memiliki komitmen kuat untuk mewujudkan ekonomi hijau dan perdagangan karbon.
Hal tersebut disampaikan Prof. Laode dalam forum internasional yang diselenggarakan oleh Bridging Group di Seoul, Korea Selatan, pada Rabu (24/09/2024).
Dalam paparanya, Prof. Laode menjelaskan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka, memiliki tujuan strategis untuk menjadi pusat ekonomi hijau dan perdagangan karbon global.
Prof. Laode memaparkan pentingnya penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Prinsip ESG tersebut, menurutnya, akan menjadi landasan bagi pengembangan rendah karbon yang tidak hanya memperkuat ketahanan energi dan kemandirian bangsa, tetapi juga mendukung visi Indonesia Emas 2045.
“Indonesia berkomitmen untuk memperkuat kemandirian nasional, terutama dalam hal ketahanan pangan, energi, dan air, dengan tetap mempromosikan ekonomi kreatif, hijau, dan biru untuk meningkatkan daya saing dan pembangunan berkelanjutan,” ungkapnya.
Prof. Laode juga menyoroti potensi besar Indonesia dalam pasar karbon global. Dengan sumber daya alam yang melimpah di sektor kehutanan, energi, dan pertanian, Indonesia diprediksi akan menjadi salah satu penyedia kredit karbon terkemuka di dunia.
Bahkan, permintaan kredit karbon diperkirakan akan tumbuh sebesar 29% setiap tahunnya hingga 2030, dengan nilai pasar yang diprediksi mencapai US$34,5 miliar per tahun.
Namun, di balik peluang besar ini, Prof. Laode juga mengingatkan tentang tantangan yang harus dihadapi, seperti kurangnya integrasi kebijakan, fragmentasi tata kelola iklim dan karbon, serta rendahnya akses data real-time dan traceability.
Meskipun demikian, Indonesia optimis dengan adanya upaya pemerintah untuk memperkuat kerangka hukum dan memperluas kerja sama internasional dalam perdagangan karbon, terutama melalui pemanfaatan teknologi blockchain dan big data untuk transparansi dan efisiensi. (*)