Sebut Harus Sertakan Pasal Korupsi, Kejagung Kembalikan Berkas Kasus Pagar Laut Tengerang ke Polri

Arah Baru – Penyidik dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung telah mengembalikan dokumen perkara dugaan pemalsuan sertifikat yang berkaitan dengan kasus pagar laut di wilayah Tangerang.Kasus ini sebelumnya ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (Dit Tipidum) Bareskrim Polri.
Dokumen perkara tersebut tercatat atas nama Arsin, Kepala Desa Kohod; UK yang menjabat sebagai Sekretaris Desa; serta SP dan CE yang bertindak sebagai pihak penerima kuasa.
“Jaksa Penuntut Umum pada JAMPidum telah mengembalikan berkas perkara atas nama Arsin Bin Asip dan kawan-U yang disangka melanggar pasal-pasal pemalsuan. Pada tanggal 14 April 2025 dengan surat nomor B1343,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, Jakarta, Rabu (16/4/2025).
“Apa alasannya? Karena petunjuk jaksa penuntut umum yang terdahulu belum dilengkapi atau dipenuhi oleh penyidik,” sambungnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mengembalikan seluruh dokumen perkara beserta Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada pihak penyidik untuk ditindaklanjuti.
“Perlu juga kami sampaikan bahwa di waktu lalu, berkas perkara, maupun SPDP telah dikembalikan oleh jaksa penuntut umum kepada penyidik. Dengan petunjuk supaya penyidik melakukan pemeriksaan atau penyidikan dalam perkara a quo dengan pasal-pasal dalam tindak pidana korupsi. Itu pengembalian yang pertama,” ujarnya.
Ia turut mengungkapkan bahwa alasan pengembalian berkas tersebut didasari oleh temuan dugaan suap, setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) menelaah, mengkaji, dan meneliti secara mendalam isi dokumen perkara yang diterima.
“Yang kedua, ada indikasi pemalsuan buku-buku atau dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Tipikor. Dan yang ketiga, ada indikasi perbuatan melawan hukum yang berpotensi merugikan keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tipikor,” tambahnya.
Sebagai akibatnya, Jaksa Penuntut Umum saat itu dikatakan mengembalikan dokumen perkara beserta SPDP. Langkah ini diambil agar penyidik dapat melanjutkan penyelidikan sesuai dengan ketentuan pasal-pasal yang tercantum dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Nah yang ketiga saya juga mau tambahkan bahwa, sesuai ketentuan Pasal 110, ayat dua KUHAP. Di sana, intinya disebutkan jika penuntut umum berpendapat bahwa berkas perkara masih kurang lengkap, maka berkas perkara dikembalikan kepada penyidik untuk dilengkapi,” sebutnya.
Polri Bersikukuh Kembalikan Berkas Kasus Pagar Laut Tangerang Kades Kohod Tanpa Pasal Korupsi
Sebagai informasi sebelumnya, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri tetap bersikeras untuk tidak memasukkan pasal korupsi dalam berkas perkara pemalsuan dokumen terkait pagar laut Tangerang, yang melibatkan Kepala Desa Kohod, Arsin, sebelum diserahkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Meski demikian, pihak Jaksa di Kejaksaan Agung meminta agar penyidik Bareskrim Polri menyertakan pasal korupsi dalam berkas perkara yang melibatkan Kepala Desa Kohod. Berkas perkara tersebut akhirnya dikembalikan ke Kejaksaan Agung pada Kamis, 10 April 2025.
Brigjen Pol Djuhandani, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, menegaskan bahwa kasus pemalsuan dokumen terkait pagar laut di Tangerang yang melibatkan Kepala Desa Kohod, sepenuhnya merupakan tindak pidana umum. Kasus ini dikenakan dengan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sedangkan, untuk menerapkan pasal tentang tindak pidana korupsi, penyidik Polri merujuk pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 25/PUU-14/2016 tanggal 25 Januari 2017, yang menggarisbawahi pentingnya adanya bukti kerugian negara dalam kasus tersebut.
“Dalam frase dapat merugikan kerugian negara di pasal 2 dan 3 Undang-Undang No.31 tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang No.20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sehingga kerugian negara secara nyata haruslah berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK RI atau Badan Pengawas Keuangan Pembangunan BPKP,” ucap Djuhandani.
Djuhandani menjelaskan bahwa, sebagai pertimbangan berikutnya, untuk dapat dikenakan pasal tindak pidana korupsi, harus ada pelanggaran terhadap Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi atau undang-undang lain yang secara eksplisit mengatur tentang korupsi.
Selain itu, harus ada bukti yang menunjukkan adanya suap atau gratifikasi yang diterima oleh pejabat negara.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now