13 Tokoh dalam Sejarah Sumpah Pemuda
Arah Baru – Sumpah Pemuda adalah salah satu momen paling bersejarah dalam perjalanan menuju kemerdekaan Indonesia. Ia menggambarkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia di atas segala perbedaan.
Semangat ini masih hidup dalam masyarakat Indonesia hingga saat ini, mengingatkan kita akan pentingnya bersatu dalam keragaman untuk mencapai tujuan bersama.
Sumpah Pemuda adalah simbol perjuangan, semangat, dan tekad bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan dan mewujudkan persatuan dalam keragaman.
Sumpah Pemuda juga menjadi salah satu tonggak penting dalam proses penggalian identitas nasional Indonesia, yang menempatkan kesatuan dan persatuan sebagai nilai utama.
Ia memperkuat semangat nasionalisme dan memberikan landasan moral bagi gerakan kemerdekaan yang akan datang.
Tokoh-Tokoh Sumpah Pemuda
Sejarah dari Sumpah Pemuda ini tidak lepas dari diselenggarakannya Kongres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta pada 27-28 Oktober 1928.
Berikut adalah tokoh-tokoh penting dalam sejarah Sumpah Pemuda yang dikutip dari Tirto.id:
- Soegondo Djojopoespito
Soegondo Djojopoespito adalah Ketua Kongres Pemuda II pada tahun 1928. Ia berasal dari Jawa Timur dan memegang peran kunci dalam membuka rapat kongres.
Dalam pidato pembukaannya, Soegondo menjelaskan sejarah pergerakan nasional Indonesia, termasuk perkembangan organisasi seperti Boedi Oetomo, serta latar belakang jatuhnya Indonesia di bawah kekuasaan Belanda.
- R.M. Djoko Marsaid
R.M. Djoko Marsaid merupakan Wakil Ketua Kongres Pemua II. Sebagai wakil ketua, posisinya strategis dalam penyelenggaraan Kongres Pemuda II.
Ia membuka rapat pada hari kedua, 28 Oktober 1928 karena Soegondo berhalangan hadir.
Marsaid mengundurkan diri dari rapat karena perbedaan pendapat tentang fusi organisasi. Ia tidak setuju apabila Jong Java yang sudah mapan bergabung ke dalam organisasi baru yang menurutnya belum jelas bentuk dan arahnya.
- Muhammad Yamin
Pada Kongres Pemuda II ini, Yamin berperan sebagai sekretaris. Meski begitu, perannya tidak hanya soal catat-mencatat.
Pada hari pertama, Yamin menyampaikan pidato berjudul “Persatuan dan Kesatuan”.
Dalam pidatonya, Yamin menjelaskan bahwa persatuan Indonesia itu ada karena dasar yang kuat, yaitu persamaan kultur, persamaan bahasa, dan persamaan hukum adat.
Yamin pun mengimbau para wanita untuk menanamkan semangat kebangsaan kepada anak-anaknya.
Pidato yang disampaikannya memantik banyak tanggapan dari peserta kongres.
- Djoened Pusponegoro
Djoened Pusponegoro menggantikan R.M. Djoko Marsaid yang mengundurkan diri dari wakil ketua. Keberadannya Djoened ini sangat penting untuk membantu menyelesaikan kongres. Ia menjadi wakil ketua pada rapat ketiga, saat Sumpah Pemuda diikrarkan.
- Kartosoewirjo
Dalam Kongres Pemuda II, Kartosoewirjo mengusulkan tentang kedudukan bahasa asing sebagai bahasa pergaulan internasional. Menurutnya bahasa Indonesia harus menjadi penghubung dalam persatuan pemuda.
- Mr. Sartono
Mr. Sartono menyampaikan pidato pada hari pertama Kongres Pemuda II. Dalam pidatonya, ia menyatakan keinginannya untuk berusaha mempersatukan bangsa dan menumbuhkan rasa cinta tanah air.
Sementara dalam diskusi forum, Sartono menyatakan keberatan atas upaya pelarangan oleh polisi untuk membicarakan masalah politik.
Menurutnya, larangan dari kepolisian tersebut menunjukkan bahwa mereka tidak mengerti tentang politik. Pendapatnya disetujui oleh mayoritas peserta kongres yang ingin membicarakan tentang kemerdekaan.
- Siti Soendari
Dalam Kongres Pemuda II, Siti Soendari mengusulkan untuk menanamkan perasaan cinta tanah air sedari dini, khususnya untuk kalangan perempuan.
Ia mengkritisi kebiasaan di Indonesia kala itu, yang memberikan hak pendidikan hanya kepada golongan pria. Menurutnya, jika perempuan terdidik mereka dapat membantu secara aktif dalam menyokong pergerakan nasional.
- Poernamawoelan
Pada hari kedua Kongres Pemuda II, Poernamawoelan menyampaikan pidato yang mengkritik tentang pendidikan anak pada masa itu.
Dalam pidatonya itu, Poernamawoelan menyampaikan bahwa anak-anak harus diberi pendidikan agar menjadi orang baik dan setia kepada tanah air.
Poernamawoelan juga menganjurkan untuk menerapkan pendidikan yang demokratis, bukan dengan paksaan. Pada intinya, ia mengajak para pemuda untuk membenahi pendidikan di Indonesia.
- Abdoellah Sigit
Dalam Kongres Pemuda II, Abdoellah Sigit menyampaikan pidato tentang pendidikan. Dia menggagas ide bahwa pendidikan anak harus dijalankan melalui aturan kebangsaan yaitu interaksi, banyak membaca, organisasi pemuda, dan lain sebagainya.
Salah satu kesalahan pendidikan di Indonesia menurutnya adalah adanya anggapan bahwa derajat perempuan berada di bawah laki-laki.
- Sarmidi Mangoensarkoro
Pada Kongres Pemuda II, Sarmidi Mangoensarkoro berbicara tentang pendidikan anak di rumah. Menurutnya, pendidikan anak sebaiknya tidak dilakukan berdasarkan perintah atau paksaan melainkan dengan bimbingan. Dia menyebut contoh ideal pendidikan yakni pendidikan model Taman Siswa.
- Johanna Masdani
Johanna Masdani atau Johanna Nanap Tumbuan, yang kala itu masih berusia 18, berperan membacakan teks Sumpah Pemuda. Pada hari kelahiran Sumpah Pemuda, Johanna hadir sebagai perwakilan dari pemudi Jong Minahasa.
- Wage Rudolf Soepratman
Wage Rudolf (W.R.) Supratman merupakan pencipta lagu Indonesia Raya. Lagu tersebut dinyanyikan pada saat Kongres Pemuda II.
Pada awalnya, lagu tersebut hanya dimainkan menggunakan biola karena adanya desakan dari pemerintah Belanda yang mengawasi kongres.
Namun, di penghujung acara, lagu “Indonesia Raya” akhirnya dinyanyikan oleh seluruh peserta kongres sebelum bersama-sama mengikrarkan Sumpah Pemuda.
- Dolly Salim
Dolly Salim atau Theodora Athia Salim pada saat Kongres Pemuda II bukanlah peserta karena usianya baru 15 tahun.
Namun, tanpa diduga, putri dari Haji Agus Salim ini ditunjuk sebagai pemimpin dalam sesi menyanyikan lagu “Indonesia Raya” untuk pertama kalinya di Kongres Pemuda II.