Edukasi Keuangan Meningkat, Tapi Jeratan Pinjol Ilegal Masih Jadi Ancaman Nyata

Arah Baru – Di tengah meningkatnya kesadaran literasi keuangan di kalangan masyarakat Indonesia, kasus keterlibatan dalam praktik pinjaman online ilegal masih marak terjadi, menunjukkan celah dalam pemahaman dan kewaspadaan terhadap layanan keuangan digital yang tidak sah.
Friderica Widyasari Dewi, selaku Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, menyoroti bahwa meningkatnya literasi keuangan belum otomatis dibarengi dengan kesadaran yang cukup terhadap potensi risiko yang ada.
Kiki, sapaan akrab Friderica, menekankan komitmen institusinya dalam meningkatkan pemahaman publik agar mampu mengidentifikasi perbedaan antara layanan pinjaman online resmi dan yang tidak berizin.
“Pinjol itu ada dua, yang legal dan berada di bawah pengawasan OJK, serta yang ilegal. Yang menyengsarakan masyarakat itu mayoritas berasal dari pinjol ilegal,” kata Kiki dalam konferensi pers hasil SNLIK 2025, ditulis Minggu (4/5/2025).
Menurut Kiki, pinjaman online ilegal sering memanfaatkan celah ketidaktahuan masyarakat dengan menerapkan suku bunga yang tidak masuk akal dan menagih utang melalui cara-cara yang menekan secara psikologis.
Tak sedikit korban yang akhirnya mengalami tekanan berat hingga nekat mengambil langkah-langkah fatal.
Pinjaman untuk Konsumtif
Ia juga menyoroti persoalan lain yang cukup mengkhawatirkan, yakni kecenderungan masyarakat menggunakan pinjaman digital untuk kebutuhan gaya hidup.
Padahal, idealnya fasilitas tersebut dimanfaatkan guna mendukung aktivitas yang menghasilkan, seperti pengembangan usaha.
“Kita mendorong penggunaan pindar untuk hal produktif, seperti modal usaha. Tapi kenyataannya, banyak yang menggunakannya untuk konsumtif, yang akhirnya berujung pada over-indebtedness atau kondisi banyak utang,” ujarnya.
Kendati demikian, data survei terkini mengindikasikan bahwa pemahaman masyarakat terhadap layanan fintech lending mengalami pertumbuhan, naik dari 20,82% pada 2024 menjadi 24,90% tahun ini.
Ironisnya, akses atau keterlibatan langsung dalam layanan tersebut justru sedikit merosot, dari 4,58% menjadi 4,4%.
Dalam upaya menghadapi tantangan tersebut, OJK bersama Satgas PASTI—yang terdiri dari 20 kementerian dan lembaga—terus aktif menyosialisasikan literasi keuangan kepada masyarakat.
Lebih dari 2.700 program edukasi telah terlaksana sejauh ini, disertai distribusi materi informasi yang berhasil menjangkau lebih dari 3,3 juta individu.
OJK menegaskan komitmennya untuk terus melindungi masyarakat dari praktik keuangan ilegal dan memastikan agar setiap warga makin cerdas dalam mengelola keuangannya.
“Kami juga menyebarkan konten literasi digital yang telah diakses oleh lebih dari 3,3 juta masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Literasi Keuangan
Data terbaru dari kolaborasi OJK dan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tren positif, di mana tingkat literasi dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia mengalami kenaikan secara nasional pada 2025 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Ateng Hartono, Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, mengungkapkan bahwa tingkat literasi keuangan nasional menunjukkan kenaikan berdasarkan pendekatan keberlanjutan, yakni dari 65,43% di tahun 2024 menjadi 66,46% pada 2025.
“Secara nasional indeks literasi keuangan menunjukkan peningkatan. Dari 65,43% di tahun 2024 menjadi meningkat 66,46% untuk kategori berlanjutan di tahun 2025,” ujar Ateng.
Ketika perhitungan dilakukan menggunakan cakupan yang ditetapkan oleh Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI)—yang meliputi sembilan sektor jasa keuangan, sistem pembayaran, BPJS, dan berbagai lembaga jasa keuangan lainnya—angka indeks literasi keuangan meningkat menjadi 66,64%.
Meski begitu, Ateng menegaskan bahwa perbandingan antar data hanya relevan jika menggunakan pendekatan keberlanjutan, karena variabel-variabel yang digunakan memiliki kesetaraan atau kesamaan yang sepadan.
Literasi keuangan pada sektor layanan keuangan konvensional turut menunjukkan tren positif, naik dari 65,08% di tahun 2024 menjadi 66,45% pada 2025.
Sementara itu, bila merujuk pada cakupan yang ditetapkan DNKI, indeks tersebut tercatat sedikit lebih tinggi di angka 66,64%.
Di sisi lain, tingkat literasi keuangan pada sektor syariah masih belum setara dengan sektor konvensional.
Meski pada 2024 angkanya hanya mencapai 11,39%, tahun 2025 mencatat peningkatan tajam hingga 43,42%. Peningkatan ini juga tercermin dalam data berdasarkan cakupan DNKI.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now