Media Arahbaru
Beranda Berita Muhammadiyah Ajak Dialog Terbuka Menyikapi Polemik Gelar Pahlawan untuk Soeharto

Muhammadiyah Ajak Dialog Terbuka Menyikapi Polemik Gelar Pahlawan untuk Soeharto

Arah Baru – Kementerian Sosial menyebutkan bahwa Soeharto, yang pernah menjabat sebagai Presiden kedua Republik Indonesia, tengah dipertimbangkan sebagai salah satu dari sepuluh figur yang diusulkan untuk dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2025.

Informasi ini memicu perdebatan luas di tengah publik. Sebagian kalangan memberikan dukungan dengan menyoroti kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur bangsa.

Namun, ada pula yang menentangnya, mengingatkan pada catatan pelanggaran hak asasi manusia dan dugaan praktik korupsi selama era pemerintahannya.

Saifullah Yusuf, Menteri Sosial, menyatakan bahwa inisiatif pengajuan nama tersebut muncul dari aspirasi publik yang disampaikan lewat beragam forum, seperti diskusi ilmiah, pendapat para sejarawan, dan tokoh-tokoh lokal.

Ia menegaskan bahwa mekanisme pengajuan berlangsung secara bertahap, dimulai dari tingkat lokal sebelum akhirnya sampai ke pemerintah pusat untuk dipertimbangkan lebih lanjut.

Di sisi lain, Prasetyo Hadi selaku Juru Bicara Presiden menganggap pengajuan nama Soeharto sebagai hal yang lumrah. Ia mengimbau publik agar lebih menyoroti kontribusi dan pencapaian Soeharto dalam memajukan bangsa, ketimbang hanya menilai sisi negatifnya.

Prasetyo juga menegaskan perlunya memberi penghargaan atas peran para pemimpin terdahulu dalam sejarah pembangunan nasional, seraya menyadari bahwa tokoh seperti Soeharto tetap menimbulkan beragam pendapat di masyarakat.

Meski demikian, penolakan terhadap wacana ini muncul dengan dasar yang kuat. Sejumlah kelompok, terutama para penyintas dan keluarga korban pelanggaran HAM, menyuarakan keberatan mereka secara tegas.

Menurut mereka, pemberian gelar kehormatan kepada Soeharto justru mengabaikan luka mendalam dan ketidakadilan yang masih dirasakan akibat kebijakan dan tindakan di era kekuasaannya.

Haedar Nashir, selaku Ketua Umum PP Muhammadiyah, mengusulkan pendekatan solutif guna meredam ketegangan yang muncul.

Ia mendorong terciptanya ruang diskusi nasional yang inklusif dan mendalam, di mana seluruh elemen masyarakat dapat menyuarakan pandangan secara jujur dan konstruktif.

“Semua harus ada dialog dan titik temu. Perspektif kita menghargai tokoh-tokoh bangsa yang memang punya sisi-sisi yang tidak baik, tetapi juga ada banyak sisi-sisi baiknya,” kata Haedar Nashir di Yogyakarta, Selasa (23/4/2025), yang dikutip dari Antara.

Haedar mengingatkan bahwa dinamika seperti ini bukan hal baru, dengan menyinggung bagaimana proses pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Soekarno pernah tertunda akibat kontroversi serupa.

Ia juga menyoroti bahwa tokoh-tokoh besar lain, seperti Muhammad Natsir dan Buya Hamka, pernah menghadapi hambatan serupa dalam perjalanan menuju pengakuan sebagai pahlawan bangsa.

Ia mengungkapkan harapannya agar perdebatan seputar sosok Soeharto bisa dijadikan refleksi bersama, sehingga ke depan Indonesia dapat menghindari pertentangan yang bersifat merusak dan tidak produktif dalam menilai warisan sejarah para tokoh bangsa.

Melihat Tokoh Bangsa Secara Utuh

Haedar menekankan pentingnya melihat tokoh bangsa secara utuh dan menjadikan proses penilaian kepahlawanan sebagai bagian dari rekonsiliasi nasional.

“Ke depan, coba bangun dialog untuk rekonsiliasi. Lalu, dampak dari kebijakan-kebijakan yang dulu berakibat buruk pada hak asasi manusia (HAM) dan lain sebagainya itu diselesaikan dengan mekanisme ketatanegaraan yang tentu sesuai koridornya,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan pentingnya pembelajaran dari jatuhnya tokoh-tokoh besar karena godaan kekuasaan.

“Saya selalu berpesan bahwa jatuhnya setiap tokoh bangsa yang besar itu karena godaan kekuasaan yang tak berkesudahan. Nah, di sinilah semua harus belajar tentang nilai-nilai kepahlawanan bahwa tokoh bangsa saat ini dan ke depan harus sudah selesai dengan dirinya,” tuturnya.

Daftar Usulan Pahlawan Nasional 2025

Mira Riyati Kurniasih, selaku Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial di Kementerian Sosial, menyampaikan bahwa Soeharto bukan satu-satunya tokoh yang diusulkan untuk menerima gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2025.

Total ada sepuluh nama dalam daftar tersebut. Di antaranya, beberapa tokoh yang sebelumnya telah diajukan kembali muncul, seperti Abdurrahman Wahid, Bisri Sansuri, Idrus bin Salim Al-Jufri, Teuku Abdul Hamid Azwar, dan Abbas Abdul Jamil. Selain itu, tahun ini juga muncul empat figur baru yang diangkat sebagai calon, yaitu Anak Agung Gede Anom Mudita, Deman Tende, Midian Sirait, dan Yusuf Hasim.

Pengajuan dan penentuan tokoh yang layak menyandang gelar Pahlawan Nasional masih berada dalam tahap berproses.

Kontroversi yang muncul terkait sosok Soeharto mencerminkan betapa rumitnya menilai warisan sejarah dari figur-figur yang di satu sisi berjasa besar, namun di sisi lain menyisakan jejak perdebatan.

Untuk mengurai persoalan ini, diperlukan ruang dialog terbuka dan semangat rekonsiliasi sebagai fondasi dalam merumuskan pemahaman sejarah yang lebih utuh dan adil.

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan

error: Content Dilindungi Undang Undang Dilarang Untuk Copy!!