Media Arahbaru
Beranda Berita Apa Arti Tema Anoman Duta pada Wayangan Malam Suro Anies Baswedan

Apa Arti Tema Anoman Duta pada Wayangan Malam Suro Anies Baswedan

Apa Arti Tema Anoman Duta pada Wayangan Malam Suro Anies Baswedan

Oleh : Glesos Yoga Mandira, Ketua KPSBN (Komunitas Pelestari Seni Budaya Nusantara)

Arah Baru – Malam 1 Muharram 1445H atau 1 Suro 1957 tahun Saka (penanggalan Jawa) yang lalu, Anies Baswedan bersama jajaran Partai Nasdem Melakukan tirakatan dengan menggelar pertunjukan wayang dengan lakon “Anoman Duta” di Pantai Parangkusumo, Bantul, Yogyakarta (19/7/2023). Pertunjukan wayang semalam suntuk pada malam 1 Muharram merupakan tradisi Jawa yang sebenarnya berakar dari mulai-mulai Islam. Orang sering menyebutnya sebagai tirakatan, yang berasal dari kata tirakat atau tarekat (Arab) yang berarti jalan menuju kesucian.

Apa arti lakon Wayang Duta dan pelajaran apa dibalik Lakon wayang tersebut, berikut penjelasannya. Cerita atau lakon Anoman Duta adalah fragmen cerita yang diambil dari Kisah Ramayana. Dimana dalam fragmen ini mengisahkan kegundahan perasaan dari Sang Rama Wijaya atas istrinya Dewi Shinta yang diculik oleh Sang Rahwana Raja, yaitu seorang Raksasa yang menjadi Raja di Negara Alengka Diraja.

Rahwana merupakan seorang Raja yang sangat kejam serta sakti. Rahwana sangat menginginkan istri dari Kahyangan yaitu Dewi Widowati.

Untuk itu Rahwana menculik Dewi Shinta karena menganggap Dewi Shinta sebagai titisan Dewi Widowati ketika mendampingi suaminya berburu di tengah hutan.

Ingin membuktikan kesucian dan kesetiaan Dewi Shinta, maka Sang Rama Wijaya mengutus Raden Hanoman (Anoman) ke Negara Alengka menemui Sang Dewi yang ditempatkan oleh Sang Dasamuka di sebuah Taman Keputren Negara Alengka.

Anoman berhasil menemui Sang Dewi dan menyampaikan amanah dari suaminya yaitu Raden Rama Wijaya untuk menanyakan Sang Dewi tentang kesetiaannya kepada Raden Rama Wijaya dengan memakai sebuah cincin yang dibawa oleh Anoman.
Misi berhasil dan Sewi Shinta terbukti masih suci (belum tersentuh oleh Rahwana) dan masih setia dengan Prabu Rama Wijaya.

Rintangan justru muncul saat Sang Duta Agung, Raden Anoman akan kembali ke Kerajaan Ayodya Pala melaporkan misinya yang berhasil tersebut kepada Prabu Rama Wijaya.
Anoman tertangkap oleh Raden Indrajit anak Prabu Rahwana.

Atas perintah Prabu Rahwana maka atas perbuatannya masuk Negara Alengka yang tanpa ijin tersebut, maka Anoman dijatuhi hukuman dibakar hidup-hidup di tengah alon-alon Negara Alengka. Setelah persiapan selesai,eksekusipun dilaksanakan, Reden Anoman dibakar hidup-hidup disaksikan seluruh warga Alengka.

Ada kejadian aneh ketika Anoman dibakar. Seiring dengan kobaran api, badan Anoman bukannya terbakar habis tapi malah mekar semakin besar bagaikan raksasa segedhe gunung. Api yang melekat dalam dirinya dia kibaskan dari badannya, akibatnya seluruh bangunan di Negara Alengka terbakar habis, kecuali beberapa rumah rakyat kecil. Selamatnya rumah rakyat kecil itu karena Ki Lurah Semar Bodronoyo menyarankan untuk memasang janur dan menebar beras kuning di depan rumahnya.

Singkat cerita, Negara Alengka bangunannya terbakar habis, namun manusianya (Rahwana dan keluarganya) masih hidup. Situasi ini bisa ditafsirkan bahwa Rahwana sebagai sarang, wadah atau jasad tempat perilaku sifat angkara murka masih ada. Artinya, saat ini meskipun setiap zaman kejahatan selalu bisa ditumpas, namun sebenarnya wadah ataupun orang-orang yang berbuat jahat akan selalu ada.

Sebenarnya, menurut hemat penulis, ada lakon yang lebih pas untuk konteks sosial-politik sekarang ini, yaitu lakon “Brubuh Alengka” yang mengisahkan gugurnya Sang Rahwana sebagai simbul angkara murka dalam masyarakat atau Negara. Tetapi baiklah, lakon Anoman Duta juga sudah cukup mewakili kondisi sekarang, dimana kejahatan Sudah begitu merajalela dilakukan bahkan oleh orang-orang yang berkuasa. Mereka melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam dan melakukan penindasan terhadap manusia.

Kita berharap munculnya pemimpin yang berakhlak mulia, berintegritas sebagaimana Anoman, dan berani memegang bara meskipun dihujat di mana-mana.

Wayang bukan hanya sekedar hiburan atau tontonan semata, tapi merupakan refleksi kejiwaan dari situasi dan kondisi fenomena dalam masyarakat yang sedang terjadi. Semoga dengan pemilihan lakon ini memberikan motivati untuk kita semua untuk semangat dan ruang gembira menyambut perubahan.

Untuk Artikel tentang Anies Baswedan lainnya klik disini

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan

error: Content Dilindungi Undang Undang Dilarang Untuk Copy!!