Komnas HAM: Perubahan RUU TNI Berisiko Bangkitkan Dwifungsi TNI dan Ganggu Regenerasi Kepemimpinan

Arah Baru – Komnas HAM mengungkapkan hasil analisisnya mengenai pembahasan serta isu-isu mendasar terkait revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI), yang dijadwalkan untuk disahkan oleh DPR besok. Terdapat dua temuan utama yang disampaikan oleh Komnas HAM.
Dua temuan tersebut dipaparkan dalam konferensi pers yang diadakan di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, pada Rabu (19/3/2025).
Temuan pertama berkaitan dengan usulan perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif, yang berpotensi menghidupkan kembali konsep dwifungsi ABRI. Masalah dwifungsi ABRI sendiri telah dibantah oleh DPR.
“Dari kajian yang kami lakukan pada tahun 2024 yang lalu, ada dua temuan utama Komnas HAM terkait dengan RUU TNI. Yang pertama adalah usulan perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif,” kata koordinator sub Komisi Pemajuan HAM, Anis Hidayah.
“Perubahan Pasal 47 ayat 2 berisiko menghidupkan kembali praktik dwifungsi TNI yang bertentangan dengan TAP MPR VII, MPR 2000 tentang peran TNI dan peran kepolisian negara Republik Indonesia dan prinsip supremasi Sipil dalam negara demokrasi,” tambahnya.
Anis menyatakan bahwa Komnas HAM mencatat adanya perubahan yang memungkinkan prajurit TNI aktif untuk menduduki posisi di 16 lembaga sipil.
Sementara itu, DPR menyebutkan bahwa prajurit TNI aktif hanya bisa ditempatkan di 14 kementerian atau lembaga yang tugasnya terkait dengan bidang pertahanan. Di luar 14 lembaga tersebut, prajurit TNI diharuskan untuk pensiun.
“Namun dalam perkembangan pembahasan RUU TNI saat ini, Komnas HAM mencatat adanya perubahan yang memungkinkan prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan pada 16 kementerian atau lembaga sipil. Selain itu, adanya pengaturan bahwa Presiden ke depan bisa saja membuka ruang penempatan prajurit TNI aktif di sejumlah kementerian lainnya,” kata Anis.
Anis menyampaikan bahwa temuan kedua berkaitan dengan usulan perpanjangan usia pensiun bagi prajurit TNI. Ia menilai bahwa kebijakan tersebut dapat menyebabkan pengelolaan jabatan di tubuh TNI menjadi lebih politis.
“Yang kedua, perpanjangan usia pensiun prajurit TNI. Usulan Perubahan Pasal 53 yang menaikkan batas usia pensiun prajurit aktif berisiko menyebabkan stagnasi regenerasi kepemimpinan, inefisiensi anggaran, serta penumpukan personel tanpa kejelasan penempatan tugas. Pengaturan Pasal 53 ayat 2 dan ayat 4 usulan perubahan ini akan menjadikan pengelolaan jabatan di lingkungan organisasi TNI menjadi politis dan memperlambat regenerasi tubuh di TNI,” ujarnya.
Dia menyoroti jaminan kesejahteraan prajurit. Dia menyebut jaminan kesejahteraan itu tak bisa semata-mata dipenuhi dengan perpanjangan usia pensiun prajurit TNI.
“Tetapi melalui penguatan jaminan kesejahteraan yang lebih komprehensif mulai dari penggajian dan tunjangan lainnya,” ujarnya.
Dibawa ke Rapat Paripurna DPR Besok
Komisi I DPR RI, bersama dengan pemerintah, telah menyetujui untuk membawa revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI atau RUU TNI ke dalam rapat paripurna DPR. Rapat paripurna tersebut direncanakan akan dilaksanakan besok.
“Hasil rapat kemarin, itu sudah diputuskan di tahap I, jadi RUU TNI sudah rampung, tinggal dibawa di tahap II, yaitu akan dibacakan di paripurna, yang insyaallah dijadwalkan besok,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono di gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta Pusat, Rabu (19/3).
Namun, Dave menyatakan bahwa saat ini dia masih menunggu undangan dan keputusan dari Badan Musyawarah (Bamus) terkait pelaksanaan rapat paripurna besok. Menurutnya, rapat paripurna untuk menutup masa reses akan dilaksanakan pada Selasa (25/3).
“Tapi sementara undangannya saya belum terima, tinggal tunggu keputusan Bamus, untuk memutuskan rapat apakah besok dan jam berapa,” ujarnya.
“Akan tapi jadwal yang terkini itu adalah paripurna akan dilaksanakan besok untuk putusan tahap II,” sambung dia.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now