Pansus Haji Temukan Dugaan Manipulasi Data Siskohat Kemenag
Arah Baru – Panitia Khusus (Pansus) Angket Penyelenggaraan Haji 2024 DPR RI menemukan dugaan manipulasi data pada Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) yang dikelola Kementerian Agama (Kemenag).
Anggota Pansus, Wisnu Wijaya, mengungkapkan bahwa dugaan ini berdampak pada ketidakcocokan jadwal keberangkatan jamaah haji dengan ketentuan yang berlaku.
“Jadwal keberangkatan jamaah tidak sesuai dengan aturan. Ada yang dimajukan lebih awal, ada yang diundur, sehingga memunculkan kecurigaan adanya transaksi di luar prosedur resmi,” ujar Wisnu dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu. (11/09/2024)
Wisnu, yang berasal dari Fraksi PKS, menegaskan bahwa pihaknya akan terus menyelidiki lebih lanjut dugaan tersebut.
Siskohat sendiri adalah sistem aplikasi yang dirancang untuk mengelola data dan informasi terkait penyelenggaraan ibadah haji. Fungsinya mencakup administrasi pendaftaran jamaah, pengelolaan dokumen, hingga pengurusan keuangan.
Sistem ini juga membantu calon jamaah haji mengakses informasi yang akurat, sehingga menghindari terjadinya kesalahan data.
Lebih lanjut, Wisnu juga mengungkapkan bahwa Pansus Haji menemukan proposal pembagian kuota haji tambahan berasal dari Kemenag, bukan dari otoritas Arab Saudi seperti yang seharusnya.
Bahkan, terdapat 3.500 jamaah haji khusus yang dilaporkan berangkat tanpa masa tunggu, atau masa tunggu nol tahun.
“Selain manipulasi data, kami juga mendapati adanya tekanan terhadap sejumlah saksi jamaah maupun pejabat selama proses penyelidikan ini berlangsung,” tambah Wisnu, yang juga pernah menjadi anggota Tim Pengawas Haji.
Di sisi lain, anggota Pansus Angket Haji, Arteria Dahlan, mengusulkan agar dilakukan audit forensik terhadap Siskohat guna memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan ibadah haji.
“Saya meminta Siskohat ini diaudit secara forensik, jika perlu melibatkan Bareskrim untuk menuntaskan persoalan ini,” kata Arteria.
Menurutnya, audit tersebut diperlukan menyusul pernyataan Kasubdit Siskohat Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hasan Affandi, yang menyebutkan bahwa sistem tersebut hanya dapat diakses melalui jaringan privat.
Arteria menegaskan bahwa hal ini tidak sejalan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Dalam undang-undang tersebut, asas transparansi berarti penyelenggaraan ibadah haji harus dilakukan secara terbuka sehingga memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi terkait pelaksanaan ibadah, pengelolaan keuangan, dan aset.
Sementara itu, asas akuntabilitas menekankan bahwa penyelenggaraan ibadah harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab baik secara etik maupun hukum.