Putusan Banding Kasus Korupsi Timah: Harvey Moeis Dkk Dihukum Lebih Berat

Arah Baru – Putusan banding terhadap lima terdakwa kasus korupsi komoditas timah menghasilkan vonis yang lebih berat dibandingkan dengan putusan di tingkat pertama. Kelima terdakwa dijatuhi vonis ‘ultra petita’ oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Menurut situs Persatuan Jaksa Indonesia (PJI), istilah ultra petita berasal dari kata “ultra” yang berarti lebih, melampaui, atau ekstrem, dan “petita” yang berarti permohonan. Ultra petita merujuk pada keputusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim yang melebihi tuntutan atau dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Istilah ini juga bisa diartikan sebagai putusan yang diberikan terhadap hal-hal yang tidak diminta oleh Jaksa Penuntut Umum.
Vonis terberat adalah 20 tahun penjara. Dua terdakwa yang dijatuhi hukuman 20 tahun penjara tersebut adalah Harvey Moeis dan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.
Putusan banding tersebut dibacakan di ruang sidang Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, pada Kamis (13/2/2025). Pembacaan putusan dilakukan oleh lima ketua majelis yang berbeda.
Berikut vonis kelima terdakwa:
Harvey Moeis
Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan vonis 20 tahun penjara kepada Harvey. Dalam keputusan tersebut, hakim menyatakan bahwa pengusaha Harvey Moeis terbukti bersalah dalam kasus korupsi timah yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun.
“Menjatuhkan terhadap Terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 20 tahun,” ujar hakim ketua Teguh Arianto, di Pengadilan Tinggi Jakarta, Kamis (13/2).
Vonis terhadap Harvey ini jauh lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Jaksa sebelumnya menuntut 12 tahun penjara terhadap Harvey. Sedangkan dalam putusan Pengadilan Negeri Tipikor, Harvey divonis 6,5 tahun penjara.
Uang pengganti yang harus dibayar Harvey juga diperberat hakim. Uang pengganti yang dibebankan kepada Harvey Rp 420 miliar dari semula Rp 210 miliar.
Hakim menyatakan harta benda Harvey Moeis dapat dirampas dan dilelang untuk membayar uang pengganti tersebut. Jika harta benda Harvey tidak mencukupi membayar uang pengganti tersebut, diganti dengan 10 tahun kurungan.
Selain itu, hakim juga meningkatkan denda yang harus dibayar oleh Harvey. Ia dijatuhi denda sebesar Rp 1 miliar, dengan ancaman subsider 8 bulan penjara jika tidak dibayar.
Helena Lim
Pengusaha money changer, Helena Lim, juga mendapatkan hukuman yang lebih berat. Hakim menaikkan vonis Helena Lim menjadi 10 tahun penjara, sedangkan sebelumnya di tingkat pertama ia hanya dijatuhi hukuman 5 tahun, yang lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Helena Lim selama 10 tahun penjara,” kata ketua majelis hakim Budi Susilo di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (13/2).
Kemudian, Helena juga dihukum membayar denda sebesar Rp 1 miliar. Apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana penjara kurungan selama 6 bulan.
Helena juga dijatuhi hukuman denda sebesar Rp 750 juta dengan subsider 6 bulan penjara. Selain itu, dia diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 900 juta.
Eks Dirut PT Timah
Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, menerima hukuman yang lebih berat. Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan vonis 20 tahun penjara kepada Mochtar Riza.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi selama 20 tahun penjara,” ujar ketua majelis hakim Catur Iriantoro di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (13/2).
Mochtar Riza juga dijatuhi denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara. Mochtar juga dihukum membayar uang pengganti senilai Rp Rp 493 miliar.
Pada pengadilan tingkat pertama, Mochtar Riza divonis 8 tahun penjara dalam kasus Timah. Hakim juga menghukum Mochtar Riza membayar denda Rp 750 juta. Apabila denda tak dibayar, diganti dengan 6 bulan kurungan.
Putusan dari Pengadilan Tipikor tersebut lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan yang diajukan oleh jaksa. Sebelumnya, jaksa menuntut Mochtar Riza dengan hukuman 12 tahun penjara.
Bos Smelter
Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) sejak 2018, Suparta, dijatuhi hukuman 19 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam kasus korupsi timah. Hukuman ini lebih berat dibandingkan dengan vonis yang dijatuhkan sebelumnya.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Suparta dengan pidana penjara selama 19 tahun dan denda Rp 1 miliar. Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” ujar ketua majelis hakim Subachran Hardi Mulyono di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (13/2).
Hakim juga menghukum Suparta untuk membayar uang pengganti Rp 4,57 triliun. Jika tak dibayar, diganti hukuman kurungan 10 tahun.
Dalam pengadilan tingkat pertama, Suparta mulanya divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan jaksa menuntut Suparta 14 tahun penjara.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT tahun 2017, Reza Andriansyah, divonis 10 tahun penjara. Reza juga dihukum membayar denda sebesar Rp 750 juta subsider 3 bulan kurungan.
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Reza Andriansyah dengan pidana penjara selama 10 tahun,” kata ketua majelis hakim Sri Andini.
Reza awalnya dijatuhi hukuman 5 tahun penjara oleh pengadilan tingkat pertama. Namun, vonis tersebut lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa yang meminta hukuman 8 tahun penjara.