Media Arahbaru
Beranda Bisnis Pengusaha Desak Pemerintah Tangani Isu QRIS dan Barang Bajakan, Tanggapi Kritik AS

Pengusaha Desak Pemerintah Tangani Isu QRIS dan Barang Bajakan, Tanggapi Kritik AS

Arah Baru – Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) turut menanggapi kritik dari Pemerintah Amerika Serikat mengenai penggunaan QRIS dan peredaran produk bajakan di Pasar Mangga Dua, yang dianggap sebagai kendala dalam hubungan dagang antara Indonesia dan AS.

Sekjen HIPMI, Anggawira, menyatakan bahwa pelaku usaha di Tanah Air menilai penting adanya klarifikasi yang adil serta respons diplomatik yang seimbang menyikapi laporan dari Pemerintah AS mengenai penggunaan QRIS dan maraknya barang tiruan di kawasan Mangga Dua.

Ia menilai bahwa kalangan pengusaha justru memandang QRIS dan GPN sebagai bagian dari upaya memperkuat kemandirian digital di bidang keuangan nasional, bukan sebagai penghalang.

“QRIS dan GPN merupakan bagian dari upaya Indonesia membangun sovereign payment ecosystem yang inklusif, efisien, dan aman. Dunia usaha justru mengapresiasi langkah BI karena telah memperluas inklusi keuangan UMKM dan mempercepat digitalisasi ekonomi nasional,” ungkap Angga di Jakarta, Selasa (22/4/2025).

“Tudingan bahwa sistem ini tidak kompatibel dengan global payment system perlu dilihat secara adil, saat negara-negara maju juga mengembangkan sistem pembayaran domestik mereka (misal, India dengan UPI, China dengan UnionPay), Indonesia punya hak yang sama. Bila perusahaan asing ingin berintegrasi, BI terbuka selama prinsip keberlanjutan, keamanan data, dan keadilan ekonomi dijaga,” imbuhnya.

Menanggapi persoalan peredaran barang tiruan yang dianggap merugikan Hak Kekayaan Intelektual produk-produk asal Amerika Serikat, Angga menilai bahwa hal ini merupakan isu lama yang sudah sering diperbincangkan.

“Dunia usaha menginginkan ekosistem yang sehat dan kompetitif, dan peredaran produk ilegal jelas merugikan pelaku industri dalam negeri,” ucapnya.

“Namun penanganannya tidak bisa hanya dilakukan satu arah. AS perlu juga mendorong kerja sama teknis dan berbagi teknologi product authentication agar penegakan hukum kita bisa lebih kuat,” sambungnya.

Sederet Keluhan AS Soal QRIS dan Barang Palsu di Mangga Dua

Sebagai catatan, Pemerintah Amerika Serikat (AS), lewat Kantor Perwakilan Dagangnya (USTR), menyoroti penerapan sistem pembayaran QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).

Sorotan tersebut tercantum dalam laporan tahunan National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers yang dipublikasikan pada akhir Maret 2025.

USTR menilai bahwa kebijakan penggunaan QRIS, sebagaimana diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 21/18/PADG/2019, berisiko menghambat akses dan partisipasi perusahaan luar negeri dalam persaingan di sektor pembayaran digital Indonesia.

“Perusahaan-perusahaan AS, termasuk penyedia layanan pembayaran dan bank, menyampaikan kekhawatirannya karena selama proses penyusunan kebijakan kode QR oleh BI,” tulis USTR dalam laporanny, Senin (21/4/2025).

Dalam laporan National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers yang diterbitkan pada akhir Maret 2025, Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) kembali menyoroti Pasar Mangga Dua sebagai salah satu pusat utama peredaran barang tiruan dan produk bajakan.

Dalam laporan Special 301 Report tahun 2024, USTR menegaskan bahwa Indonesia masih masuk dalam daftar pantauan prioritas.

“Pasar Mangga Dua di Jakarta masih tercantum dalam Tinjauan 2024 tentang Pasar Ternama untuk Pemalsuan dan Pembajakan (Notorious Markets List), bersama dengan beberapa marketplace daring asal Indonesia,” tulis USTR, Senin (21/4).

Harapan Pengusaha

Menanggapi kondisi tersebut, Angga mengusulkan agar pemerintah Indonesia meningkatkan konsistensi penegakan hukum di lapangan, menyediakan insentif bagi pelaku UMKM agar beralih ke produk resmi, serta memperkuat edukasi publik mengenai bahaya dan dampak negatif dari pembelian barang palsu.

Alternatif penyelesaiannya juga meliputi pendekatan melalui jalur diplomasi serta tindakan konkret di lapangan.

“Kami menyarankan pemerintah: Mengambil langkah diplomatik proaktif untuk menjelaskan tujuan nasional dari QRIS dan GPN, sembari membangun saluran dialog dengan perusahaan teknologi pembayaran dari AS,” tulis Angga. Menurutnya, penting juga untuk meningkatkan kerja sama bea cukai dan pengawasan barang ilegal dengan melibatkan pelaku usaha dan mitra internasional, serta mengembangkan joint taskforce yang melibatkan dunia usaha dan negara mitra untuk memverifikasi tuduhan-tuduhan yang seringkali bias dalam laporan unilateral.

Pelaku usaha Indonesia siap untuk beradaptasi, bekerja sama, dan bersaing secara fair. Namun, kami juga mengharapkan agar hubungan perdagangan Indonesia-AS dibangun dengan dasar saling menghargai kebijakan internal masing-masing negara serta menciptakan kesetaraan dalam kompetisi perdagangan global,” pungkasnya.

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan

error: Content Dilindungi Undang Undang Dilarang Untuk Copy!!