Setahun Tragedi Kanjuruan, Keluarga Korban Tak Lelah Perjuangkan Keadilan
Daftar isi:
Arah Baru – Hari ini tepat satu tahun Tragedi Kanjuruhan berlalu. Satu Oktober 2022 yang lalu, 135 suporter meregang nyawa di Stadion Kanjuruhan, Malang, usai laga Arema Vs Persebaya.
Dipicu tembakan gas air mata oleh aparat keamanan, ribuan suporter panik. Mereka berhamburan, mencoba untuk sesegera mungkin keluar dari stadion.
Nahas, pintu (gate) stadion terkunci. Ratusan orang terjepit hingga meninggal dunia. Gate 13 menjadi saksi bisu tragedi meninggalnya anak manusia karena sepak bola.
Setahun berlalu, duka masih menyelimuti keluarga korban. Mereka tanpa henti mencari keadilan, meskipun kerap mendapat ancaman.
Seperti yang dialami oleh Devi Athok Yulfitri, warga Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang.
Menurut pengakuannya, sebagaimana yang diwartakan oleh BBC, ia kerap mendapat ancaman dan percobaan pembunuhan.
“Rumah didatangi orang tak dikenal, saya pernah ditabrak mobil di depan rumah,” katanya, dikutip pada Minggu (01/10/2023).
Ancaman juga didapat oleh Cholifatul Nur, 40 tahun, warga Desa Kasembon, Kecamatan Bulalawang, Kabupaten Malang.
Dalam pengakuannya, ban mobilnya dilumuri oli dan stempet, yang diduga untuk menyelakai dirinya.
“Seseorang berpakaian hitam, bersepeda motor hitam hampir menabrak. Beruntung saya lolos,” katanya.
Keadilan Harus Jadi Prioritas
Setahun Tragedi Kanjuruhan berlalu, lima dari enam tersangka sudah diproses secara hukum dan divonis di pengadilan.
Satu orang tersangka, yaitu mantan Direktur PT. Liga Indonesia Baru, Akhmad Hadian Lukita, dilepaskan dari tahanan dengan alasan berkas penyidikan dinyatakan masih harus dilengkapi oleh kepolisian dan masa penahanannya telah habis.
Namun, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan proses hukum itu belum cukup.
Ia menegaskan belum ada proses hukum yang benar-benar ditimpakan kepada para pemimpin di tataran komando atas tindakan aparat keamanan atas penggunaan gas air mata.
“Demi memastikan keadilan, semua pelaku yang bertanggung jawab dalam Tragedi Kanjuruhan harus diadili sesuai dengan hukum yang berlaku, termasuk aparat keamanan negara yang bertanggung jawab di tingkat komando,” kata Usman dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Minggu (01/10/2023).
Menurut Usman, dalam kasus Tragedi Kanjuruhan ini keadilan bagi para korban harus menjadi prioritas utama, dan tidak dapat diterima jika para pelaku hanya dilindungi oleh sistem yang ada. (*)