Usul Pengusaha TPT: Pakai Kapas AS Lebih Banyak Strategi Kurangi Tarif Impor

Arah Baru – Kelompok pengusaha di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) mengusulkan penggunaan lebih banyak kapas impor dari Amerika Serikat sebagai strategi untuk menegosiasikan pengurangan tarif impor resiprokal sebesar 32 persen yang diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump, terhadap produk-produk Indonesia.
Redma Gita Wiraswata, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), menjelaskan bahwa pemerintah AS di bawah kepemimpinan Donald Trump memberlakukan ketentuan yang mengharuskan negara importir untuk menggunakan setidaknya 20 persen bahan baku domestik agar dapat memperoleh potongan tarif impor.
“Mengingat AS tidak bisa menyediakan benang dan kain, maka dalam hal ini Indonesia harus lebih banyak menggunakan kapas AS yang dapat dikombinasikan dengan serat polyester dan rayon yang dipintal dan ditenun/dirajut di dalam negeri,” ujarnya dalam sesi konferensi pers virtual, Jumat (4/4/2025).
Tindakan ini dianggap tidak hanya dapat mengurangi tarif impor yang diterapkan oleh Trump, tetapi juga meningkatkan kinerja industri TPT nasional secara menyeluruh, mulai dari hulu hingga hilir, serta menekan arus impor barang jadi.
“Kalau kita bisa normalkan lagi linkage industri dari hulu ke hilir, ini bukan ancaman, tapi jadi peluang. Cara menormalkannya lagi, dengan menggunakan kapas Amerika Serikat lebih banyak,” kata Redma.
“Di satu sisi kita impor kapas dari Amerika, mereka tidak bisa suplai benang dan kain. Jadi utilisasi di pemintalan akan naik, di tenun, rajut, semua akan naik. Jadi kita bisa sekali kayuh bisa dapat banyak, kalau kita serius sikapi ini,” tegasnya.
Kurangi Impor China
Ia juga menjelaskan bahwa dalam kondisi normal, industri TPT Indonesia menggunakan sekitar USD 600 juta kapas dari Amerika Serikat.
Di sisi lain, Indonesia mengimpor benang, kain, dan pakaian jadi senilai USD 6,5 miliar dari China, yang dianggap merugikan industri TPT domestik karena persaingan yang tidak adil. Hal ini menyebabkan tingkat penggunaan mesin produksi hanya mencapai sekitar 45 persen.
“Khusus untuk industri pemintalan, dengan kapasitas 12 juta mata pintal terpasang, saat ini hanya digunakan 4 juta mata pintal. Karena itu kami mendorong pemerintah melakukan negosiasi resiprokal dengan AS, agar kita bisa mengimpor lebih banyak kapas sebagai trade off sekaligus mendorong impor produk-produk AS yang tidak dapat kita produksi,” pintanya.
Siap Kedepankan Transparansi
Menegaskan pernyataan tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa mengaku siap memenuhi permintaan transparansi dari Pemerintah AS.
Terkait roda industri pertekstilan nasional jika nantinya bakal lebih banyak menggunakan kapas impor dari Negeri Paman Sam.
“Kalau kita bisa negosiasi dengan pemerintah Trump, untuk pakaian jadi yang masuk ke Amerika dengan kapas dari Amerika, yang otomatis ditenun di Indonesia untuk dapat tarif lebih ringan, otomatis utilisasi di industri TPT akan terbantu. Kita di sisi industri siap untuk transparansi,” sebutnya.
Win-Win Solution
Dengan demikian, tarif impor untuk produk tekstil jadi dari Indonesia ke Amerika Serikat diperkirakan akan berkurang dari 32 persen menjadi 20 persen.
Melihat situasi ini, Jemmy berpendapat Indonesia akan mencapai solusi yang saling menguntungkan, dengan tarif resiprokal yang lebih rendah sambil tetap mempertahankan volume ekspor.
“Dengan tarif lebih murah, bukan tindak mungkin ekspor terbantu. Industri TPT yang carut marut juga bisa terbenahi. Jadi bagaimana kita pintar-pintar sikapi ini,” pungkas Jemmy.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now