Profil Saldi Isra, Hakim yang Berbeda Pendapat dalam PHPU Pilpres 2024
Arah Baru – Nama Saldi Isra kembali mendapat sorotan publik. Dalam sidang putusan gugatan sengketa Pilpres 2024, ia menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion.
Saldi meyakini dalil-dalil pemohon tentang penyaluran bantuan sosial (Bansos) dan netralitas pejabat negara terbukti menguntungkan pasangan Prabowo-Gibran.
Menurut Saldi, penyaluran bansos yang massif dan dibagikan bersamaan dengan pemilu berdampak terhadap kenaikan suara Prabowo-Gibran.
Banyak menteri aktif menyalurkan bansos dengan kampanye bersayap bagi Prabowo-Gibran. Di sisi yang lain, Menteri Sosial Tri Rismaharini justru tidak terlibat sama sekalai dalam penyaluran bansos.
Padahal Menteri harus memenuhi ketentuan, bahwa ketika kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara dan harus menjalani cuti.
“Karena itu saya meyakini dalil pemohon beralasan menurut hukum terkait politisasi bansos,” kata Saldi pada Senin (22/04/2024).
Selain Bansos, Saldi juga menyoroti netralitas pejabat negara. Menurut Saldi, PJ kepala daerah terbukti mendukung paslon tertentu.
Ketidaknetralan itu diikuti kepala desa dan juga Aparatur Sipil Negara (ASN). Karena itu, Saldi meyakini soal netralitas dan mobilisasi Pj kepala daerah beralasan menurut hukum.
Ia mengatakan seharusnya MK melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di beberapa daerah.
Profil Saldi Isra
Saldi Isra lahir di Solok, Sumatera Barat pada tanggal 20 Agustus 1968. Ia saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2023-2028.
Melansir dari situs MK, putra pasangan Ismail dan Ratina mempunyai nama sejak lahir, Sal. Ketika hendak mendaftar SD, kepala Sekolah menanyakan kepada Sang Ayah perihal namanya yang terllau pendek. Sang Ayah pun menambahi ‘–di’ di belakang namanya menjadi Saldi.
Barulah pada kelas 6 SD, ia menambahkan nama ‘Isra’ sebagai nama belakangnya yang merupakan singkatan dari nama kedua orangtuanya tercinta.
“Jadi ISRA itu bukan saya lahir malam isra miraj itu gabungan dari orang tua laki-laki dan perempuan IS itu Ismail dan RA itu Ratina. Jadi ismali ratina itu saya improvisasi tanpa ijin ke orang tua saya, sudahlah saya buat sendiri saja,” kata Saldi.
Meski dikenal sebagai tokoh di bidang hukum, Saldi ternyata mempunyai mimpi menjadi seorang teknokrat atau ilmuwan, sebagaimana dilansir dari dataindonesia.id.
Namun, impian tersebut terhalang ketika ia tidak diterima dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru di jurusan geologi Institut Teknologi Bandung pada tahun 1988 dan 1989.
Meski begitu, Saldi tidak patah semangat. Ia memutuskan untuk bekerja terlebih dahulu sebelum melanjutkan pendidikannya, dan kemudian pindah ke Jambi.
Pada tahun 1990, Saldi memulai perjalanan akademisnya dengan menempuh pendidikan sarjana di bidang ilmu hukum di Universitas Andalas, Padang.
Kecemerlangan intelektualnya tercermin dari gelar Summa Cum Laude yang berhasil ia raih pada tahun 1994. Langkahnya selanjutnya adalah menjadi seorang dosen di Universitas Bung Hatta hingga Oktober 1995.
Kiprahnya dalam dunia pendidikan tidak berhenti sampai di situ. Pada tahun 2009, Saldi berhasil meraih gelar Master of Public Administration dari Universitas Malaya, Malaysia.
Selain itu, ia juga meraih gelar doktoral ilmu hukum dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada tahun yang sama.
Keberhasilannya ini semakin dipertegas dengan penganugerahan gelar sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas hanya setahun setelahnya.
Selama menjadi dosen di Universitas Andalas, Saldi juga menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) di Fakultas Hukum tersebut.
Di samping aktivitas mengajar, Saldi juga dikenal sebagai sosok yang aktif menyuarakan anti korupsi, baik melalui tulisan maupun dalam forum-forum diskusi.
Dedikasinya terhadap pemberantasan korupsi terbukti dari upayanya dalam melaporkan kasus korupsi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat sejak tahun 1999.
Atas keberaniannya tersebut, Saldi Isra telah menerima berbagai penghargaan prestisius. Pada tahun 2004, ia dianugerahi Bung Hatta Anti Corruption Award sebagai pengakuan atas perjuangannya melawan korupsi.
Kemudian, pada tahun 2012, ia mendapatkan Megawati Soekarnoputri Award dalam kategori Pahlawan Muda Pemberantasan Korupsi.
Dengan perjalanan hidup dan prestasinya yang menginspirasi, Saldi Isra tidak hanya menjadi teladan dalam dunia hukum, tetapi juga menjadi contoh nyata bahwa keberanian dan keuletan adalah kunci kesuksesan dalam menghadapi berbagai tantangan.
Penghargaan
Berikut adalah penghargaan yang pernah diperoleh Saldi Isra:
- Bintang Mahaputera Adipradana (2023)
- Bung Hatta Award (2004)
- Megawati Soekarnoputri Award sebagai Pahlawan Muda Bidang Pemberantasan Korupsi (2012).
- Tokoh Muda Inspiratif versi Kompas (2009).
- Universitas Andalas (UNAND) Award bidang Penelitian (2007)
- Award of Achievement for People Who Make a Difference dari The Gleitsman Foundation, USA (2004)
- Bung Hatta Anti-Corruption Award (2004)
- SCTV Award sebagai Dosen Favorit Universitas Andalas dalam Rangkaian Kegiatan SCTV Goes to Campus (2003)
- Dosen Teladan II Universitas Andalas Tahun 2002.
- Dosen Teladan I Fakultas Hukum Universitas Andalas Tahun 2002.
- Lulusan Terbaik (S1) Universitas Andalas dengan prediket Summa Cumlaude Wisuda Maret 1995.
- Mahasiswa Berprestasi Utama Tingkat Nasional Tahun 1994.
- Mahasiswa Berprestasi Utama I Universitas Andalas tahun 1994.
- Mahasiswa Berprestasi Utama I Fakultas Hukum Universitas Andalas tahun 1994.